Minggu, 11 Oktober 2009

Kenapa Harus Terjadi Perbedaan Pendapat ( Bag 2 ) ?

“............................................................................................................................................”

Sungguh suatu hal yang amat keterlaluan dan tidak beradab, ketika segolongan ummat Islam yang tidak berpengetahuan ( bodoh dalam agama, tapi merasa pintar dan sok tahu ), berani melontarkan kata-kata, komentar-komentar yang tidak patut kepada dua orang shahabat yang mulia ini. Bahkan seyogyanya mereka berdua ini patut dicemburui, karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa sibuk dengan perjuangan menegakkan agama Islam yang mulia. Dan sudah sewajarnya mereka mendapatkan derajat dan pahala yang tertinggi dari Allah swt. Dan lebih dari itu, mereka pun mendapatkan limpahan pahala dari orang-orang yang mengumpat dan menghamburkan kata-kata hina kepada mereka. Seolah-olah, para penghina dan pengumpat Shahabat Nabi itu, yang menceburkan diri mereka sendiri dalam kehinaan dengan menghujat para kekasih Allah swt, berkata,” Karena saya sangat marah dengan diri Anda, maka ambillah segala pahala baik, yang telah saya usahakan selama ini”.

Jadi bukankah ini suatu kezaliman yang besar terhadap diri sendiri, dengan menghibahkan pahala amal sholeh kepada orang yang dihujatnya? Berarti orang yang menghujat dan menghina itulah yang sebenarnya orang fakir dan pendosa.

Dalam satu hadits dikatakan, bahwa suatu ketika Rasulullah saw bertanya kepada para shahabatnya,

“ Siapakah orang yang muflis ( bangkrut ) di antara kalian?” Mereka menjawab,” Orang yang tidak berharta.” Beliau menjelaskan.,” Bukan. Orang yang bangkrut adalah seorang yang datang pada hari kiamat dengan kebajikan yang banyak, namun ia telah menzalimi seseorang dan memaki yang ini dan menghina yang itu dan mengambil harta orang lain. Pada hari itu, tidak bernilai lagi dinar dan dirham. Akan diserahkan amal kebajikannya kepada orang yang telah ia zalimi. Dan jika itu semua tidak mencukupi, maka dosa-dosa orang yang dizalimi akan ditimpakan kepada orang yang menzalimi. “ ( dari kitab Majma’ul Fawaid )

Pada hari itu, setiap orang hanya akan diadili amalan baik dan buruknya. Tetapi ada orang-orang, yang karena amal buruknya, menyebabkan semua amal sholehnya diserahkan kepada orang yang telah ia zalimi, sebagai balasan atas kezhalimannya. Bahkan, walaupun semua kebaikannya telah habis diserahkan, keadilan tetap harus ditegakkan, sehingga perbuatan dosa mereka yang dizalimi akan dilimpahkan ke atas orang yang menzalimi.

Sangat mengherankan dengan kelakuan orang-orang jaman sekarang yang sedemikian mudah menghina, mengkritik dan mencela orang-orang shaleh dan para kekasih Allah. Namun di sisi lain pada saat yang sama, justru mereka ini memuji-muji para ahli maksiat, orang fasiq dan orang-orang kafir. Orang-orang Islam yang bodoh ( bodoh dalam perkara agama, dan malas mengaji dan mempelajari hukum-hukum agama. Tidak ada hubungan dengan latar belakang akademis. Meskipun seseorang bergelar insiyur, doctor S5 lulusan perguruan tinggi terkemuka di luar angkasa, tetapi tidak tahu, tidak mau tahu dan malas mempelajari hukum Allah dan sunnah-sunnah Nabi, maka orang seperti ini masuk kategori jahil atau bodoh dalam pandangan Allah swt ) dan error ini, hendaklah memperhatikan hadits di bawah ini:

“ Apabila seorang fasiq dipuji, maka Allah swt akan murka dan Arsy Illahi akan bergoncang.” ( Kitab Misykat ).

Pernyataan di atas janganlah serta merta disimpulkan bahwa kita tidak perlu memberikan pujian atau apresiasi kepada orang lain. Tetapi masalahnya adalah bergantung pada siapa yang perlu dipuji? Dalam kapasitas apa ia harus dipuji? Sejauhmana ia perlu dipuji? Yang harus ditegaskan di sini adalah, bahwa janganlah sekali-kali menghina dan mengkritik secara membabi buta dan tanpa dasar terhadap orang-orang shaleh, dalam hal ini para Shahabat, para Tabi’in, para wali Allah swt, alim ulama, pemimpin-pemimpin pemerintahan yang ikhlas dan taqwa ( bukan karena strategi pencitraan ) dan orang-orang Islam yang awam tetapi memiliki tekad dan kemauan keras untuk belajar dan meningkatkan kualitas iman dan ketaqwaannya dan sangat tidak perlu memuji mereka mereka yang tidak mempedulikan aturan syariat agama.

Sebuah pertanyaan,” Jika seorang shahabat Nabi, atau ulama, atau orang shaleh berbuat suatu kekhilafan atau salah memberikan pertimbangan dalam satu masalah, apakah hal itu bermakna kita harus menutup mata atas semua sifatnya yang mulia?”

Syariat Islam yang suci ini telah mengajarkan kepada kita hingga perkara sekecil apapun dalam masalah kehidupan dan agama kita. Namun, walaupun kita mengaku sebagai pemeluk Islam, nampaknya kita tetap tidak mempedulikannya. Sementara orang-orang dari agama lain, banyak yang mengadopsi ajaran Islam ini, sehingga justru kini mereka menuai kesuksesan, sedangkan kita sibuk menyingkirkan syariat ini dari kehidupan kita yang pada akhirnya kita mendapatkan kerugian yang besar.

0 komentar:

Posting Komentar

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP