Rasulullah saw. bersabda, "Apabila Allah ingin membinasakan seseorang atau suatu kaum, maka pertama kali, Allah akan melenyapkan rasa malu dari dirinya. Dan jika rasa malu itu tidak ada lagi, maka manusia akan memandangnya dengan rasa benci dan tidak disukai. Apabila terjadi demikian, maka hilanglah amanat pada dirinya ( tidak jujur lagi ), dan akan berkhianat secara terang-terangan. Apabila sampai ke tahap ini, maka rahmat akan terkeluar dari hatinya dan ia tidak memiliki rasa belas kasih terhadap makhluk. Apabila sampai ke derajat ini, maka manusia akan menolak dan mengutuknya. Dan apabila sampai pada peringkat ini, maka engkau akan melihat tali Islam akan terputus dari lehernya." ( Sumber: Kitab Jami'ush Shaghir ).
Rasulullah saw. juga bersabda, "Siapa yang menyakiti hati seorang muslim, berarti ia telah menyakitiku. Dan siapa yang menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah." ( Jami'ush Shaghir ).
Betapa berat masalah ini! Jika menyakiti seorang muslim yang awam saja berarti menyakiti Allah, lalu bagaimana dengan menyakiti seorang kekasih Allah?
Allamah Sya'rani rah.a. menulis dalam kitab 'Tabaqatul Kubra' bahwa Imam Abu Turab rah.a. --seorang ahli sufi- berkata, "Jika hati seseorang berpaling dari Allah, maka ia akan mendapatkan seorang kawan yang biasa mencela dan menghina waliyullah ( kekasih Allah )."
Sebuah syair Parsi berbunyi,
"Apabila Allah ingin menghina dan memperlihatkan orang yang buruk pemikirannya, maka akan Ia masukkan dalam hati orang tersebut pikiran jahat terhadap para waliyullah."
Syekh Abu Hasan Syahzali rah.a. -seorang ahli sufi yang masyhur-berkata, "Para waliyullah selalu terdepan dalam menghadapi penderitaan berupa hinaan dan ancaman. Sebagian celaan ini berasal dari mereka yang pada zhahirnya mencintai dan mengabdi kepada waliyullah tersebut, tetapi terhadap waliyullah yang lain mereka mengingkarinya dengan berkata, "Bagaimana mungkin orang ini dianggap wali?" Padahal ia sendiri tidak mengetahui tanda dan ciri kewalian itu."
Saya ( Maulana Zakariyya rah.a. ) bertanya kepada Anda, "Dapatkah orang tersebut, yang tidak memahami dengan benar tanda kewalian, lalu ia menyangkal kewalian seseorang?"
Selanjutnya Syekh Abul Hasan rah.a. berkata, bahwa sebagian waliyullah tersembunyi dari pandangan masyarakat, sehingga mereka dapat bergaul bebas di kalangan umara ( pejabat ) dan aghnia ( orang-orang kaya ). Dengan demikian, para pencela berpeluang untuk mencela mereka dengan berkata, "Jika ia benar-benar kekasih Allah, ia sepatutnya uzlah dan sibuk mencari ilmu dan beribadah saja." Sebenarnya, jika si pencela itu memiliki kepedulian terhadap agama, sepatutnya ia berpikir dahulu pada dirinya, "Adakah orang ini bergaul dengan para birokrat atau orang-orang kaya untuk kepentingan dirinya atau untuk maksud dan manfaat agama serta kebajikan umat Islam? Mungkin dengan pergaulan-nya itu ia bermaksud meluruskan kesalahan mereka? Kadangkala wajib bagi ulama bergaul dengan para pejabat dan orang-orang kaya untuk memperbaiki mereka, dan ada masanya ia mesti menjauhi mereka." ( Thabaqatul Kubra ).
Pada saat ini, sepatutnya kita memahami bahwa ketika seorang waliyullah membalas atau menyerang balik pencela tersebut, maka biasanya para pencela itu akan semakin kritis, sehingga banyak orang menyangka waliyullah tersebut adalah orang awam biasa yang terpancing emosinya. Sebenarnya, kecaman dan kritikan kekasih Allah itu adalah demi maslahat yang besar bagi para pengkritik tersebut.
Mirza Mazhar Janee Janaan rah.a., menulis dalam 'Makatib'-nya bahwa suatu ketika, ayah Syekh Mujaddid Ahmad Sirhindi rah.a., yaitu Syekh Abu Ahmad As-Sirhindi rah.a. telah dihina oleh seorang wanita dengan berusaha menjatuhkan martabatnya. Namun Syekh Abu Ahmad rah.a. tetap bersabar dan diam. Kemudian melalui pandangan mata batinnya, Syekh tersebut melihat murka Allah hampir turun ke atas wanita tersebut, maka segera Syekh menyuruh seseorang menampar wanita itu, tetapi orang yang disuruh itu kaget dan bingung, sehingga wanita tadi terjatuh dan mati.
Masih banyak lagi peristiwa seperti ini dalam kehidupan para waliyullah. Dalam tulisan saya ( Maulana Zakariyya ) sebelum ini, saya berpendapat bahwa siksa seperti di atas ( karena menyakiti para waliyullah ) adalah ringan jika dibandingkan dengan musibah yang dapat terjadi terhadap agamanya.
Syekh Ali Khawas rah.a. --seorang waliyullah yang masyhur-menulis, 'Peliharalah dirimu, walaupun dari mendengar seseorang yang kerjanya mengkritik dan membantah alim ulama dan para ahli sufi tanpa suatu alasan syariat. Jauhkan dirimu darinya, sehingga engkau tidak seperti dirinya. Jangan sampai engkau menjadi hina dalam pandangan Allah, agar engkau terpelihara di sisi Allah, yang jika Dia tidak ridha atau murka pasti engkau tidak dapat lepas dari siksa-Nya." ( Sumber: Kitab Thabaqatul Kubra ).
0 komentar:
Posting Komentar