Sesungguhnya terdapat berbagai hadits yang memerintahkan kaum muslimin agar berjuang di jalan Allah, yang disertai penjelasan mengenai berbagai ganjaran dan pahalanya. Juga terdapat peringatan-peringatan jika kaum muslimin mengabaikan tugas tersebut.
Demikianlah jihad, yang segala daya dan upaya untuk meninggikan dan menjayakan Islam dan mengalahkan segala usaha orang-orang kafir. Jadi, segala usaha yang berkaitan dengannya termasuk dalam pengertian jihad fiisabilillah.
Sebuah hadits meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jihad yang paling afdhal adalah menyatakan yang haq di hadapan Raja yang zhalim." Hal ini pun bermakna, bukan hanya di hadapan Raja kafir, di hadapan Raja muslim yang zhalim pun termasuk jihad. Pengertian yang terpenting adalah adanya syarat, bahwa usaha serta perjuangannya itu semata-mata untuk memperkuat dan memuliakan Islam.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., "Bagaimana jika seseorang berjihad dengan maksud untuk mendapatkan ghanimah ( harta rampasan ), dan seseorang ( berjihad ) untuk menunjukkan kekuatan serta keberaniannya, dan seseorang ( berjihad ) untuk kemasyhuran dirinya. Manakah di antara semua itu yang paling diterima?" Jawab Rasululah saw., "Jihad yang hanya dilakukan untuk meninggikan kalimat Allah."
Dalam hadits yang lain disebutkan, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw., "Seseorang pergi berjihad untuk mendapatkan manfaat dunia." Jawab Rasulullah saw., "Dia tidak menerima pahala apapun." Mendengar hal ini para sahabat terperanjat. Mereka berkata kepada sahabat yang bertanya, "Mungkin kamu tidak bertanya dengan jelas." Sahabat itu pun bertanya sekali lagi. Rasulullah saw. menjawab dengan jawaban yang sama. Ketika sahabat itu bertanya sekali lagi, jawaban yang ketiga pun demikian.
Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, Terangkanlah kepadaku hakekat jihad." Rasulullah saw. menjawab, "Jika kamu berjihad karena Allah untuk mendapatkan pahala dari-Nya, maka pada hari Kiamat kamu akan dibangkitkan seperti demikian. Dan jika kamu berjihad untuk menunjukkan kekuatan, keberanian, kemashyuran dan kemewahan duniawi, maka kamu akan dibangkitkan pada hari Kiamat sesuai dengan yang diniatkan." Dalam kata lain, "Sebagaimana niatmu, demikianlah kebangkitanmu."
Sebuah hadits memberitakan bahwa orang yang berjihad terbagi menjadi dua jenis: Pertama, yaitu orang yang berjihad hanya untuk mendapat ridha Allah, mentaati pemimpinnya, membelanjakan apa yang disukainya di jalan Allah, bersikap ramah terhadap para sahabatnya dan menjauhi segala kerusakan. Tidurnya orang yang demikian semuanya berpahala. Kedua, orang yang melakukan semuanya hanya untuk riya dan kemasyhuran, tidak mentaati pemimpinnya dan berbuat kerusakan di dalamnya. Orang ini walaupun kembali, tidak lagi sebagaimana niatnya untuk jihad ( dengan kata lain dosanya lebih berat daripada amal baiknya dan ketika kembali ia dibebani dosa-dosa yang lebih banyak ). Dan masih banyak hadits lain yang menegaskan masalah yang sama.
Dengan demikian, syarat utama bagi kita, hendaknya melakukan segala apapun semata-mata ikhlas demi mendapat ridha Allah agar kebenaran agama ini dapat tersebar. Menurut pendapat ulama ahli wara, usaha apapun yang dilakukan dengan niat demikian, Insya Allah tidak ada yang tidak akan diberi pahala. Tidak diragukan lagi, bahwa syarat utama dalam beramal shaleh apapun, adalah dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan menjadikannya sebagai maksud utama.
Kita telah mengetahui sebuah hadits masyhur mengenai mereka yang pertama kali akan dipanggil pada hari Kiamat untuk dihisab. Yang pertama adalah si syahid. Allah akan mengingatkannya dengan berbagai nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya. Dan ia mengakui nikmat-nikmat tersebut. Kemudian ia ditanya, "Bagaimana kamu menggunakan nikmat-nikmat itu?" Dia menjawab, "Aku telah mengorbankan nyawaku di jalan-Mu karena Allah, karena itulah pengorbanan yang paling Engkau sukai," maka suatu jawaban terdengar, "Kamu dusta, kamu telah melakukannya agar orang-orang mengatakan bahwa kamu adalah seorang pemberani," dan mereka telah menyebutnya demikian ( maksudmu telah tercapai ). Kemudian terdengar perintah agar ia dicampakkan ke dalam neraka. Yang kedua adalah seorang ulama dipanggil untuk dihisab. Allah akan mengingatkannya dengan berbagai nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya dan ia pun mengakuinya. Dia ditanya bagaimana ia menggunakan nikmat-nikmat tersebut. Dia menjawab, "Aku keluar untuk mencari ilmu, mengajar orang-orang dan membaca dan mengajarkan Al Qur’an." Lalu ada jawaban yang terdengar, "Kamu dusta, sesungguhnya semua itu kamu lakukan agar orang-orang mengatakan bahwa kamu adalah ulama dan qori yang bagus. Dan kamu telah dikatakan demikian (maksudmu telah tercapai)." Kemudian terdengar suara yang memerin-tahkan agar ia dicampakkan ke dalam neraka. Kemudian orang kaya dipanggil. Dia diperingatkan oleh Allah atas nikmat-nikmat-Nya. Ketika ia ditanya bagaimana ia menggunakan nikmat-nikmat tersebut, ia menjawab, "Tiada suatu apapun yang saya gunakan yang tidak disukai oleh-Mu, semuanya telah kubelanjakan karena-Mu." Maka dijawab, "Kamu dusta, sesungguhnya kamu telah membelanjakannya agar orang-orang berkata kamu seorang dermawan. Dan orang-orang telah menyebutmu demikian ( maksudmu telah tercapai )." Kemudian terdengar suatu perintah menyuruhnya agar ia dicampakkan ke dalam neraka." ( Misykat ).
Banyak kitab hadits yang membicarakan masalah ini. Oleh sebab itu, masalah yang terpenting ketika beramal shaleh adalah ikhlas ketika melakukannya. Banyak amalan yang dapat membuat niat seseorang memperoleh kemasyhuran. Oleh sebab itu, secara logika, jika godaan yang datang itu besar, kaum muslimin harus lebih berwaspada lagi.
Dalam dunia politik, sangat terbentang luas kecondongan untuk membanggakan diri, menyombongkan kesuksesannya, ingin dipuji, dan berbagai hal lainnya yang serupa dengannya. Seseorang dapat tergoda dalam perjuangannya untuk mencari nama dan kemasyhuran, sehingga siapapun yang terjun ke bidang politik, hendaklah menyelamatkan diri agar aktifitas yang dilakukannya benar-benar dapat mendatangkan manfaaat bagi Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu, politik hendaknya diniatkan semata-mata untuk menyelamatkan Islam dan kaum muslimin dan menyelamatkan mereka dari tipu daya serta kezhaliman orang-orang kafir.
Jika ini yang menjadi landasan bagi para politikus, maka siapapun tidak dapat menafikkan kebaikannya dan menilainya sebagai amal shaleh. Jika keadaannya demikian, maka siapakah di antara kaum muslimin yang dapat menafikannya dan tidak berminat untuk ikut melakukannya? Sekiranya ada yang tidak mampu melibatkan diri dalam kancah politik, maka ia dapat mencoba dengan kekuatannya sendiri untuk membantu mereka yang ikhlas memperjuangkan agama yang suci ini, bukan malah menjadi penghalang bagi mereka. Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa menginfakkan apapun di jalan Allah sedang ia tinggal di rumahnya, maka setiap dirham yang dibelanjakannya akan berpahala tujuh ratus dirham. Dan jika dia sendiri yang keluar di jalan Allah, maka setiap dirham yang dibelanjakannya akan berpahala tujuh ribu dirham." ( Misykat ).
Bahkan saya katakan kepada Anda, bahwa orang-orang yang disebabkan kesibukan dalam urusan agama ( udzur syar'I ), sehingga ia tidak dapat menyertai perjuangan kaum muslimin, janganlah berdiam diri dan membantu mereka yang benar-benar berjuang baik dengan harta, diri, tenaga atau tulisan agama. Betapa luas kemurahan dan nikmat Allah, sehingga orang-orang yang tidak mampu, yang pemalas, yang kurang berani, atau mereka yang lemah, Allah tidak menutup pintu ibadah bagi mereka. Sedangkan bagi orang yang sering beralasan, baik yang wajar atau yang tidak wajar, itu masalah lain. Allah berfirman,
"Dan Allahlah yang mengaruniakan kemampuan untuk mencapai apa yang
disukai dan diridhahi-Nya, "
disukai dan diridhahi-Nya, "
0 komentar:
Posting Komentar