Kamis, 29 Juli 2010

Kepentingan Sunnah Rasulullah saw.

Bagaimana agama tidak tertindas, jika kita menafikan, mencemooh atau memperolok-olok masalah sunnah yang telah pasti dan tanpa ragu ini? Al Qur’an sendiri telah menegaskannya bukan di satu tempat saja bahkan di berbagai tempat. Salah satunya berbunyi,

"Maka demi Tuhanmu, mereka ( pada hakekatnya ) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu ( mu= Rasulullah saw ) hakim terhadap masalah yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." ( QS An-Nisaa : 65 ).

Kita banyak mendapati sabda-sabda Nabi saw. yang berbunyi, "Tidaklah beriman seorang pun di antaramu, sehingga nafsunya tunduk kepada syariat yang kubawa."

Katakanlah, "Jika kamu ( benar-benar ) mencintai Allah, ikutlah aku. Niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, "Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Ali Imran: 31-32 ).

Dari Abi Rafi ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jangan seorang pun dari kalian didapati duduk di atas tempat duduk yang empuk, bersandar di atasnya yang bila dibawakan kepadanya salah satu perintahku menyuruh suatu dan melarang sesuatu, lalu ia berkata, "Kami tidak tahu ( mengenainya ). Kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dalam Kitabullah." ( Ahmad, Abu Dawud ).

Perbuatan seperti ini telah banyak diisyaratkan dalam berbagai hadits. Hadits-hadits itu menolak pendapat dan cara pandang mereka yang menyatakan cukup memadai dengan hanya mengikuti Al Qur’an. Sebuah hadits menyatakan, "Aku telah dikaruniai Al Qur’an dan perintah-perintah lainnya seperti itu. Tidak lama lagi akan datang suatu zaman dimana orang-orang bersenang-senang ( makan dan minum ) sambil bersandar di kursi-kursi empuk, lalu berkata, "Kita cukup hanya menuruti Kitabullah. Ikuti saja apa saja yang dihalalkan di dalamnya, anggaplah halal. Dan apa yang diharamkannya, anggaplah haram." Sebenarnya, apa yang diharamkan oleh Rasulullah saw., juga diharamkan oleh Allah swt.." ( Misykat ).

Hadits-hadits di atas menerangkan tentang akan munculnya orang-orang yang bersenang-senang ( foya-foya, kenyang makan dan minum ) sambil bersandar di kursi-kursi empuk mereka yang bersikap sinis terhadap sunnah Nabi saw. Ini adalah suatu isyarat bahwa ucapan-ucapan bodoh mereka seperti itu datang dari kalangan orang-orang kaya. Sangat menggelikan jika seseorang yang baru dikaruniai sedikit harta, lalu ia merasa layak dan wajar mengutak-atik aturan agama seenaknya dengan alasan untuk memperbaikinya. Berbeda mungkin dengan orang-orang miskin, yang kemungkinan kecil akan memiliki pikiran-pikiran seperti itu. Rasa takut kepada Allah boleh jadi lebih mewujud dalam diri orang-orang miskin.

Seseorang bertanya kepada Ibnu Umar r.a.,” Di dalam Al Qur’an ada disebutkan tentang sholat di tempat dan ketika dalam ketakutan, tetapi tidak diterangkan mengenai sholat dalam perjalanan ( safar ). Bagaimana itu?” Beliau menjawab,” Saudaraku! Sesungguhnya Allah swt telah mengutus Muhammad saw kepada kita sebagai Nabi-Nya. Kita tidak mengetahui apapun, sehingga kita hanya melakukan apa yang kita lihat beliau saw melakukannya.” Umar bin Khaththab r.a. berkata,” Orang banyak berdebat mengenai Al Qur’an, maka jawablah kepada mereka dengan hadits-hadits, karena mereka yang memiliki ilmu hadits adalah lebih memahami ( maksud ) kitabullah.” ( Sumber: Kitab Asy Syifa ).

Imam Zuhri rah.a.-seorang ulama besar dari kalangan tabi’in- berkata,” Aku telah mendengar dari alim ulama sebelum ini ( maksudnya- era shahabat Nabi ) berkata,’ Berpegang teguh kepada sunnah ( thariqal Rasulullah/ jalan hidup Rasul ) adalah suatu penyelamatan. Ilmu ( Ad Dien ) akan lenyap tidak lama lagi. Penerus agama dan dunia adalah bergantung pada kekuatan ilmu. Hilang ilmu, binasalah agama dan dunia.’”
Seorang tabi’in, Abdullah Dilami rah.a. berkata,” Dari para shahabat yang mulia, telah sampai kata-kata mereka kepadaku bahwa agama akan hilang dari dunia ini bermula dari satu sunnah yang ditinggalkan. Satu demi satu sunnah akan dibuang seperti simpul tali yang dilepas satu demi satu.” ( Riwayat Darami ).

Suatu ketika, Sa’id bin Jubair r.a. menerangkan sebuah hadits. Salah seorang hadirin yang mendengar hadits tersebut memberitahunya bahwa hadits tersebut bertentangan dengan sebuah ayat Al Qur’an. Sa’id bin Jubair r.a. berkata kepadanya,” Kuriwayatkan kepadamu sabda Rasulullah saw dan kamu membantahnya dengan ayat Al Qur’an. Hendaklah kamu ingat bahwa Rasulullah saw mempunyai ilmu yang paling baik mengenai maksud Al Qur’an” ( Hadits riwayat Darami ).

Ayat-ayat Al Qur’an selalu diturunkan secara ringkas dan hadits Rasulullah yang menafsirkannya. Oleh sebab itu, jangan terburu-buru membuat suatu tanggapan jika menemui hadits-hadits yang seolah-olah bertentangan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Masalah ini memerlukan perhatian dan keahlian yang mendalam. Dan jika sudah dipikirkan dan direnungkan, ternyata tetap terlihat seolah-olah bertentangan, maka hendaklah kita menyelidikinya, apakah ayat Al Qur’an tersebut telah dimansukh atau tidak. Kita sepakat bahwa ‘derajat hadits tidak bisa menyamai ayat-ayat Al Qur’an’, tetapi ini hanya disebabkan bukti yang sedikit kurang memberatkannya sehingga dapat sampai ke taraf shahih, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. ( bergantung kepada aturan periwayatannya ). Namun ketidaktaatan kepada Rasulullah saw sama beratnya dengan ketidaktaatan terhadap Allah swt. Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an:

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukannya ke dalam neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menyedihkan.” ( QS An Nisaa: 14 )
 
Pada hari itu, orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai Rasul, ingin agar mereka diratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan ( dari Allah ) satu kejadian pun.” ( QS An Nisaa: 42 ).
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seijin Allah…” ( QS An Nisaa: 64 ).
Barangsiapa mentaati Rasul itu, sesungguhnya dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling ( dari ketaatan itu ), maka Kami tidak mengutusmu ( Muhammad ) untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” ( QS An Nisaa: 80 ).
Selain dari ini, terdapat ayat-ayat lain yang memberitahu kita bahwa asal agama adalah mengikuti Rasulullah saw. Menjalankan syariat dan beramal dengan sunnahnya adalah wujud ketaatan kepada Allah swt. Oleh sebab itu, sukar bagi para shahabat r.anhum ajma’in, khususnya pada zaman Khulafaur Rasyidin yang empat, menyimpang dari sunnah walaupun sedikit.


0 komentar:

Posting Komentar

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP