Suatu ketika, Rasulullah saw. menziarahi Abdullah bin Tsabit ra. yang sedang sakit. Ketika tiba di sana, beliau melihatnya diam tidak berkata apapun. Rasulullah saw. bercakap-cakap dengannya, tetapi dia tidak menjawab. Melihat hal ini, Rasulullah saw. membaca,
"Sesungguhnya dari Allah kita datang dan sesungguhnya kepada-Nyalah kita akan kembali.
Kami telah pasrah atas apa yang terjadi terhadapmu karena mati telah ditakdirkan dan telah terjadi ke atasmu" Ketika para wanita yang berada di dalam rumah tersebut mendengarnya, mereka pun menangis karena mereka paham bahwa maut telah tiba. Dengan sedih putrinya berkata, "Kuharap ayahku mati syahid karena ayah telah menyediakan peralatan untuk jihad." Rasulullah saw. menjawab, "Sesungguhnya ia telah menerima pahala karena niatnya. Apa yang kamu pahami tentang syahid?" Putrinya menjawab, "Mati terbunuh di jalan Allah." Jawab Rasulullah saw., "Selain terbunuh demikian, ada tujuh jenis syahid. Barangsiapa mati karena tha'un ( wabah penyakit/ pandemi ), ia mati syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, ia mati syahid. Siapa yang mati karena sesak nafas, ia mati syahid. Siapa yang mati terbakar, ia mati syahid. Siapa yang mati karena kecelakaan/tertimpa reruntuhan, ia mati syahid. Wanita-wanita yang mati karena melahirkan anak, juga mati syahid." ( Sumber: Kitab Al-Muwaththa' Imam Malik ).
Kami telah pasrah atas apa yang terjadi terhadapmu karena mati telah ditakdirkan dan telah terjadi ke atasmu" Ketika para wanita yang berada di dalam rumah tersebut mendengarnya, mereka pun menangis karena mereka paham bahwa maut telah tiba. Dengan sedih putrinya berkata, "Kuharap ayahku mati syahid karena ayah telah menyediakan peralatan untuk jihad." Rasulullah saw. menjawab, "Sesungguhnya ia telah menerima pahala karena niatnya. Apa yang kamu pahami tentang syahid?" Putrinya menjawab, "Mati terbunuh di jalan Allah." Jawab Rasulullah saw., "Selain terbunuh demikian, ada tujuh jenis syahid. Barangsiapa mati karena tha'un ( wabah penyakit/ pandemi ), ia mati syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, ia mati syahid. Siapa yang mati karena sesak nafas, ia mati syahid. Siapa yang mati terbakar, ia mati syahid. Siapa yang mati karena kecelakaan/tertimpa reruntuhan, ia mati syahid. Wanita-wanita yang mati karena melahirkan anak, juga mati syahid." ( Sumber: Kitab Al-Muwaththa' Imam Malik ).
Terdapat berbagai penafsiran mengenai mati karena sakit perut. Ada sebagian yang mengatakannya busung ( istisqa ), sebagian mengatakan biri-biri ( ishal ), sebagian mengatakan kembung ( qaulanj ), sebagian lagi mengatakan segala jenis sakit perut.
Menurut riwayat lain, putrinya berkata, ia hanya mengetahui bahwa syahid itu hanya orang yang mati berjuang di jalan Allah. Rasulullah saw. menjawab, "Jika demikian, sedikit sekali jumlah umatku yang akan mati syahid." Kemudian Rasulullah saw. menyebutkan semua jenis mati syahid. Selain tujuh jenis syahid tersebut, masih terdapat lagi kira-kira enam puluh jenis mati yang dikabargembirakan oleh hadits dengan kesyahidan. Dalam kitab Awjazul Masalik juz XX , penulis yang hina ini ( Maulana Zakariyya ) telah membahas masalah tersebut.
Sangatlah menakjubkan ketika Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan jalan dan sebab-sebab kesuksesan dan kemajuan serta kelebihan umat Muhammad saw., pada saat yang sama, umat ini sendiri ( ketika bertikai satu sama lain ), sedang menyempitkan pintu rahmat yang khusus ini. Suatu kesalahan umum pada hari ini, dimana mereka yang aktif dalam salah satu jenis kegiatan agama, baik ta'lim, tabligh, jihad, suluk ( latihan kerohanian ), menganggap aktifitas keagamaan yang lain itu membuang waktu dengan sia-sia. Kadangkala, tanpa ragu lagi mereka menuduh orang lain itu sesat. Mereka membatasi segala aspek dan usaha demi kemajuan Islam dalam lingkungan kegiatan mereka saja. Seolah-olah mereka telah menyisihkan usaha-usaha agama lainnya dari lingkungan Islam. Padahal Rasulullah saw. bersabda, "Islam itu mudah, barangsiapa mempersulit, maka ia akan kalah. Oleh sebab itu, berjalanlah dengan lurus, ikutilah ia dengan sebenarnya dan berilah berita gembira kepada orang-orang ( atas amal baik mereka )." ( Hadits Riwayat Bukhari ).
Rasulullah saw. bersabda, "Permudahlah masalah, jangan mempersulit. Berilah kabar gembira dan jangan menimbulkan kebencian mereka kepada agama." ( Durrul Mantsur ).
Pengarang 'Bahjatul Nufus' menulis; suatu ketika, Abu Bakar ra. bertanya kepada Rasulullah saw., "Dengan apa engkau diutus ( kepada manusia )?" Beliau menjawab, "Dengan akal." ( bermakna hukum syariat juga hendaknya dalam situasi tertentu diikuti oleh akal ). Kemudian Abu Bakar ra. bertanya, "Siapakah yang akan menjamin ketetapan akal ( karena manusia berbeda akal dan pemahamannya )?" Rasulullah saw. menjawab, "Akal tidak ada batasnya, tetapi siapapun yang memahami apa yang dihalalkan oleh Allah itu halal dan apa yang diharamkan oleh Allah itu haram, maka dialah orang yang berakal. Jika dia mencoba keluar daripada itu, ia akan menjadi seorang abid. Dan jika ia mencobanya lagi, maka ia akan menjadi jawad ( berani dan pemurah )."
Dengan demikian, seseorang yang berusaha keras dalam ibadah dan berani serta gigih dalam beramal shaleh, tetapi ia tidak cukup pandai dalam memilih yang halal dan menolak yang haram, maka usahanya adalah sia-sia di dunia ini, walaupun mereka telah menganggap telah berbuat sesuatu yang baik.
Hendaklah dipahami dengan baik, bahwa seseorang yang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, sesungguhnya ia telah menunjukkan ketidakpahaman dirinya terhadap agama. Demikian pula, orang yang sangat picik dalam beragama, atau berusaha menukar ajaran agama, hal itu menunjukkan ketidakpahaman dirinya. Dan ia telah berbuat tanpa akal sehatnya.
Wallohu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar