Pengarang Bahjatun-Nufus menulis, "Jika seseorang melihat atau menganggap semua amal ibadahnya telah sempurna dari semua sisi, maka ia tidak akan dapat melakukannya karena dua sebab: "Pertama, ia akan terhenti melakukannya ( merasa puas ). Kedua, kadangkala amal-amal ibadah datang dalam waktu bersamaan, sehingga ia hanya dapat melakukan salah satu amalan dengan baik." Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa melatih hewan ( tunggangannya ), niscaya ia tetap tidak berdaya menghadapi rentang jarak ( perjalanannya ), atau hewannya tidak dapat bertahan lama."
Hadits yang dikutip oleh penyusun Bahjatun-Nufus ini adalah penggalan dari hadits panjang yang telah diriwayatkan oleh banyak sahabat. Allamah Sakhawi rah.a. menyatakannya sebagai hadits masyhur, namun sebagian ulama mempersoalkan keshahihannya. Hadits itu secara sempurna berbunyi demikian;
"Sesungguhnya agama ini kuat, maka berjalanlah di dalamnya secara perlahan. Sesungguhnya siapa yang meletihkan hewan tunggangannya, niscaya ia tidak akan sampai ke tujuannya dan tunggangannya tidak dapat bertahan lama."
Dan dalam hadits yang dikutip sebelumnya memberi pengertian;
"Maka berjalan luruslah dan merapatlah..." Dengan kata lain, "Berjalanlah dengan langkah sederhana. Jangan melampaui apa yang difardhukan dalam agama. Jangan terlalu menjaga yang mandub atau mustahab, sehingga yang fardhu diabaikan."
Suatu ketika, Umar ra. melihat Sulaiman bin Abi Hathma ra tidak hadir dalam shalat Shubuh. Setelah shalat, ia pergi ke pasar dan melewati tokonya. Ia pun masuk dan bertanya pada ibunda Sulaiman, "Mengapa tidak kulihat Sulaiman shalat Shubuh di masjid pagi ini?" Jawab ibunya,” Dia shalat nafil/ sunnah sepanjang malam, sehingga tertidur oleh kantuknya " Umar ra menjawab, "Aku lebih suka shalat Shubuh dengan berjamaah daripada beribadah sepanjang malam."
Beribadah sepanjang malam memang sangat dianjurkan, tetapi sebaliknya shalat Shubuh dengan berjamaah lebih ditekankan lagi. Oleh sebab itulah, hal itu lebih disukai oleh Umar ra..
Banyak hadits yang menekankan, bahwa hukum syariat agama mengandung tingkatan-tingkatan khusus, sesuai dengan kepentingan dan kelebihannya. Tidak dibenarkan siapapun meninggalkan dan merendahkannya hanya karena sibuk dengan suatu aktifitas, lalu menganggap usahanyalah yang terbaik dan mengesampingkan usaha orang lain. Sikap demikian sangatlah tidak bijaksana.
Maulana Zakariyya tidak melarang para aktifis dakwah politik untuk melakukan aktifitasnya serta mengajak dan meyakinkan orang lain agar terlibat dalam aktifitas mereka. Maksud sebenarnya adalah, agar para aktifis politik itu tidak fanatik bahwa aktifitas mereka sajalah yang penting, sehingga mereka menjadi terlalu berlebihan di dalamnya. Akibatnya mereka akan menghalalkan segala cara. Hendaknya tidak terjadi, para aktifis politik itu memandang bahwa orang yang tidak terlibat dengan aktifitas politik mereka adalah penghuni neraka, tidak beriman, bahkan kafir.
Demikianlah apa yang bisa kita lihat dan saksikan hari ini ketika membaca artikel, surat kabar maupun kita dengar dan tonton pidato-pidato mereka yang membabi buta dalam aktifitas politiknya. Yang paling mengherankan, semua tuduhan tersebut datang dari orang-orang yang terpandang dan ditokohkan oleh masyarakat. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa membuat tuduhan-tuduhan palsu terhadap seseorang, maka pada hari Kiamat, Allah akan meleburkannya ke dalam neraka jahannam, sehingga ia dapat membuktikan kebenaran tuduhannya itu." ( Sumber: Kitab Durrul Mantsur ).
Maksud 'lebur' di sini ialah dibakar di dalam api neraka, sehingga darah dari tubuhnya berubah menjadi darah dan nanah yang bergolak dan meleleh. Sebelum ia dapat membuktikan tuduhannya itu, ia tidak akan dikeluarkan dari neraka Jahannam. Jika ternyata berkata dusta yang tidak dilakukan oleh orang itu, maka bagaimana ia dapat membuktikannya? Otomatis, bagaimana ia dapat keluar dari neraka?
Dalam keadaan demikian, baik diminta ataupun tidak, Allah akan memberikan sebagian pahala amalannya kepada yang dituduh itu sebagai ganti. Jika ia tidak memiliki amalan baik, maka gantinya adalah sebagian dosa orang yang tertuduh itu dibebankan kepada si penuduh itu. Dalam pandangan siapapun yang menyaksikan suasana ini, tentu akan terasa getir dan memilukan. Pada hari itu, setiap orang akan berdiri di hadapan Allah dalam keadaan hina.
Wallohu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar